Infeksi paru dalam bentuk pneumonia
adalah penyebab 1/6 dari seluruh kematian di Amerika
Serikat. Hal tersebut tidaklah mengejutkan karena
1. Permukaan
epitelial paru terus menerus terpajan berliter-liter udara yang terkontaminasi
oleh berbagai mikroba.
2. Flora
nasofaring secara teratur teraspirasi saat tidur, bahkan oleh orang yang sehat;
dan
3. Penyakit
paru lain yang biasa menyebabkan parenkim paru rentan terhadap organisme yang
virulen. Parenkim paru normal tetap steril karena adanya mekanisme pertahanan imn
dan nonimun yang efisien dalam sistem pernafasan, mulai dari nasofaring hingga
kerongga udara alveolus.
Terlepas dari mekanisme pertahanan
yang berlapis, ada “celah di baju besi”, yang membuat rentan terkena infeksi
bahkan juga pada orang sehat. Defek pada imunitas alami (termasuk defek
neutrofil dan komplemen) serta imunodefisiensi humoral mengakibatkan
peningkatan kejadian infeksi oleh bakter piogenik. Sebagai contoh, telah
diketahui bahwa pasien-pasien dengan mutasi pada MyD88, protein adaptor yang terletak
downstream dari berbagai Toll-like receptors (sensor mikroba pada
imunitas alami), sangat rentan terhadap infeksi pneumokokus nekrotikans yang
berat (bukan sebagian besar infeksi lainnya). Sebaliknya, defek pada imunitas
yang dimediasi oleh sel TH1 terutama mengakibatkan peningkatan
inefeksi oleh mikroba intrasel, misalnya mycobakterium atipik. Selain anomali
yang diwariskan, beberapa aspek gaya hidup mengganggu mekanisme pertahanan imun
pejamu dan memfasilitasi infeksi. Sebagai contoh, merokok menyulitkan
pembersihan mukosiliar dan aktivitas makrofag paru, dan faktor lain seperti
alkohol tidak hnya mengganggu refleks batuk dan epiglotis, yang bisa
meningkatkan resiko aspirasi, namun juga mengganggu mobilisasi dan kemotaksis
neutrofil.
Pneumonia
secara luas dapat didefinisikan sebagai infeksi apapun diparu.
Manifestasi klinis dapat berupa penyakit klinis akut, fulminan atau sebagai
penyakit kronik dengan perjalanan penyakit yang lebih panjang. Spektrum
histologis pneumonia dapat berkisar dari eksudat alveolar fibrinopurulen pada
pneumonia bakterial akut, hingga infiltrat mononukleus di interstisiu pada
pneumonia oleh virus dan atipik lain, hingga granuloma dan kavitas pada
berbagai pneumonia kronik.pneumonia bakterial akut dapat bermanifestasi sebaga
salah satu dari kedua pola anatomik dan radiografik, yaitu bronkopneumonia dan pneuonia
lobaris. Bronkopneumonia menunjukkan distribusi peradangan berbercak yang
umumnya melibatkan lebih dari satu lobus. Pola ini terjadi akibat infeksi awal
bronkus dan bronkiolus disertai perluasan ke alveolus di dkatnya. Sebaliknya,
pada pneumonia lobaris rongga-rongga udara dari sebagian atau seluruh lobus
secara homogen berisi eksudat yang pada gambaran radiografi tampak sebagai
konsolidasi/pemadatan lobus atau segmental. Streptococcus
pneumoniae bertanggung jawab atas lebih dari 90% pneumonia lobaris.
Perbedaan anatomik pneumonia lobaris dan bronkopneumonia sering kali tidak
jelas karena
1. Banyak
organisme penyebab infeksi yang dapat menimbulkan kedua pola distribusi ini, dan
2. Bronkopneumonia
konfulen bisa sulit dibedaan secara radiologik dengan pneumonia lobaris.
Sehingga lebih baik mengklasifikasikan pneumonia
melalui agen etiologi yang spesifik, atau jika tidak ada patogen yang dapat
diisolasi, dengan kondisi klinis bagaimana infeksi terjadi. Pneumonia dapat timbul
pada keadaan klinis yang berbeda, dan patogen yang berperan juga spesifik untuk
setiap kategori.
0 komentar:
Posting Komentar