Kamis, 11 Agustus 2016

Infeksi Paru

Infeksi paru dalam bentuk pneumonia adalah penyebab 1/6 dari seluruh kematian di Amerika Serikat. Hal tersebut tidaklah mengejutkan karena
    1.      Permukaan epitelial paru terus menerus terpajan berliter-liter udara yang terkontaminasi oleh berbagai mikroba.
    2.      Flora nasofaring secara teratur teraspirasi saat tidur, bahkan oleh orang yang sehat; dan
    3.      Penyakit paru lain yang biasa menyebabkan parenkim paru rentan terhadap organisme yang virulen. Parenkim paru normal tetap steril karena adanya mekanisme pertahanan imn dan nonimun yang efisien dalam sistem pernafasan, mulai dari nasofaring hingga kerongga udara alveolus.

Terlepas dari mekanisme pertahanan yang berlapis, ada “celah di baju besi”, yang membuat rentan terkena infeksi bahkan juga pada orang sehat. Defek pada imunitas alami (termasuk defek neutrofil dan komplemen) serta imunodefisiensi humoral mengakibatkan peningkatan kejadian infeksi oleh bakter piogenik. Sebagai contoh, telah diketahui bahwa pasien-pasien dengan mutasi pada MyD88, protein adaptor yang terletak downstream dari berbagai Toll-like receptors (sensor mikroba pada imunitas alami), sangat rentan terhadap infeksi pneumokokus nekrotikans yang berat (bukan sebagian besar infeksi lainnya). Sebaliknya, defek pada imunitas yang dimediasi oleh sel TH1 terutama mengakibatkan peningkatan inefeksi oleh mikroba intrasel, misalnya mycobakterium atipik. Selain anomali yang diwariskan, beberapa aspek gaya hidup mengganggu mekanisme pertahanan imun pejamu dan memfasilitasi infeksi. Sebagai contoh, merokok menyulitkan pembersihan mukosiliar dan aktivitas makrofag paru, dan faktor lain seperti alkohol tidak hnya mengganggu refleks batuk dan epiglotis, yang bisa meningkatkan resiko aspirasi, namun juga mengganggu mobilisasi dan kemotaksis neutrofil.
Pneumonia secara luas dapat didefinisikan sebagai infeksi apapun diparu. Manifestasi klinis dapat berupa penyakit klinis akut, fulminan atau sebagai penyakit kronik dengan perjalanan penyakit yang lebih panjang. Spektrum histologis pneumonia dapat berkisar dari eksudat alveolar fibrinopurulen pada pneumonia bakterial akut, hingga infiltrat mononukleus di interstisiu pada pneumonia oleh virus dan atipik lain, hingga granuloma dan kavitas pada berbagai pneumonia kronik.pneumonia bakterial akut dapat bermanifestasi sebaga salah satu dari kedua pola anatomik dan radiografik, yaitu bronkopneumonia dan pneuonia lobaris. Bronkopneumonia menunjukkan distribusi peradangan berbercak yang umumnya melibatkan lebih dari satu lobus. Pola ini terjadi akibat infeksi awal bronkus dan bronkiolus disertai perluasan ke alveolus di dkatnya. Sebaliknya, pada pneumonia lobaris rongga-rongga udara dari sebagian atau seluruh lobus secara homogen berisi eksudat yang pada gambaran radiografi tampak sebagai konsolidasi/pemadatan lobus atau segmental. Streptococcus pneumoniae bertanggung jawab atas lebih dari 90% pneumonia lobaris. Perbedaan anatomik pneumonia lobaris dan bronkopneumonia sering kali tidak jelas karena
1.      Banyak organisme penyebab infeksi yang dapat menimbulkan kedua pola distribusi ini, dan
2.      Bronkopneumonia konfulen bisa sulit dibedaan secara radiologik dengan pneumonia lobaris.
Sehingga lebih baik mengklasifikasikan pneumonia melalui agen etiologi yang spesifik, atau jika tidak ada patogen yang dapat diisolasi, dengan kondisi klinis bagaimana infeksi terjadi. Pneumonia dapat timbul pada keadaan klinis yang berbeda, dan patogen yang berperan juga spesifik untuk setiap kategori.

0 komentar:

Posting Komentar