Minggu, 07 Agustus 2016

Gangguan Tidur



Tidur yang normal membutuhkan koordinasi beberapa struktur otak, diantaranya lokus caeruleus dan subcaeruleus (noreprinefrin menjadi transmiter), rafe nukleus (serotonin sebagai transmiter), nukleus traktus solitarius, dan neuron di hipotalamus. Lesi di nukleus subcaeruleus menyebabkan insomnia pergerakan mata yang cepat (REM), lesi pada rafe nukleus atau hipotalamus anterior menyebabkan insomnia (sementara), lesi di hipotalamus posterior menyebabkan narkolepsi. Perangsangan nukleus traktus solitarius (misalnya, akibat distensi lambung) menyebabkan kelelahan. Tidur juga sangat bergantung pada irama sirkardian. Oleh karena itu, kerusakan pada pusat pembangkit irama, yakni nukleus suprakiasma (SCN) , menyebabkan periode tidur yang tidak teratur dan kesulitan terbangun. Kesulitan terbangun diperantarai oleh sistem pengaktifan retikular asendens (ARAS), yakni hubungan antara formasio retikularis melalui nukleus intralaminar talamus ke sebagian besar area di otak. Kerusakan nukleus intralaminar talamus (misal, oleh iskemia) menyebabkan somnolen. Ketidaksesuaian antara aktivitas subkortikal dan tidur kortikal mungkin merupakan penyebab tidur berjalan (somnambulisme).
Gangguan pengaturan pernafasan selama tidur telah dianggap berperan dalam sindrom kematian mendadak pada bayi (SIDS) dan pada orang dewasa menyebabkan apnea tidur. Alkalosis metabolik diduga mendorong terjadinya apnea tidur. Selain itu, penurunan tonus otot selama tidur memudahkan kolapsnya saluran pernafasan, apnea dan hipoksia. 

Normalnya, kita melalui beberapa fase dari berbagai kedalaman selama tidur. Dalam satu malam, biasanya terdapat 5 fase tidur REM. Pada tidur REM, terjadi pelepasan eksitasi dari batang otak sehingga menyebabkan kedutan selain pada otot yang hipotonis. Beberapa fase tidur non-REM (NREM) harus dilalui sebelum tidur REM diperoleh dengan meningkatkan kedalaman tidur yang berhubungan dengan penurunan frekuensi gelombang EEG. Penggunaan obat tidur dalam jangka lama menyebabkan tidur NREM menjadi lebih ringan dan kadang-kadang hanya fase REM.
Ketika terbangun, faktor tidur fase endogen akan terakumulasi, seperti peptida penginduksi tidur yang dipecahkan kembali selama tidur. Mungkin serotonin merangsang pembentukan faktor tidur karena penghambatan dalam pembentukan, pelepasan, atau kerja serotonin (misal, oleh obat antihipertensi reserpin) menyebabkan insomnia.
Peptida penginduksi tidur menimbulkan ‘tekanan tidur’ (tekanan tidur NREM atau tidur gelombang lambat [SWS]). Tekanan tidur neto adalah perbedaan antara tekanan tidur dengan cerminan tekanan tidur REM yang mengikuti irama sirkadian, yang pada dasarnya sejalan dengan suhu tubuh dan parameter tubuh sejenis, seperti “kesiapan untuk beraktivitas dan berusaha”. Kemampuan untuk tidur adalah fungsi dari tekanan tidur neto ini.
Ketika mengalami perubahan zona waktu (jet lag) atau ketika melakukan pergantian kerja, irama sirkadian awalnya terus bergetar pada fase aslinya. Jika siang menjadi lebih pendek, tidak mungkin untuk tidur pada waktu setempat karena tekanan tidur neto yang rendah. Ketika siang menjadi lebih panjang, tekanan tidur akan meningkat karena periode bangun menjadi lebih panjang dan untuk tidur pada waktu setempat menjadi tidak masalah. Akan tetapi, irama sirkadian berikutnya akan menyebabkan bangun menjadi lebh awal.
Proses tertidur juga terganggu oleh insomnia fase tidur lambat, yang disebabkan oleh irama sirkadian yang tidak fleksibel yang tidak dapat diperpendek. Ketika tidur terlalu awal, tekanan tidur neto menjadi terlalu rendah. Selama kronoterapi, irama harian yang diperpanjang (27 jam) dipaksa pada pasien sehingga periosiditas sirkadian yang diinginkan dapat dicapai.
Depresi mungkin mengurangi pembentukan peptida penginduksi tidur melalui kekurangan serotonin. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan tidur neto dan kesulitan untuk tertidur. Tekanan tidur dapat ditingkatkan dengan mengurangi tidur pada hari berikutnya sehingga tidur yang normal dapat dicapai.
Peningkatan tingkat kegembiraan membuat proses tertidur menjadi lebih sulit dan mengurangi lamanya tidur. Kecemasan mengenai insomnia meningkatkan tingkat ini sehingga menjadi konteraproduktif.

0 komentar:

Posting Komentar